Setiaku Pada Satu Raga
Ketika
malam datang mengusir senja
Sesayat
rindu mengiris kalbu
Saat
mengingat indahnya rupa
Kutitip
rindu pada lengan angin
Agar
dapat ia sampaikan padamu
Dalam
setangkai impian
Kusimpan
sebuah harapan
Yang
kupanjatkan pada sela-sela do’a
Ialah
sebuah nama yang menjala kedamaian bila diucap
Menjaring
ketenangan bagi jiwa
Genangan
asmara selalu membara
Pada
telapak hati yang selalu menggenggam cinta
Aku
setia pada satu raga
Lamunan Manis
Pada
malam lengang
Aku
terdiam di beranda teratak
Terjadi
sesuatu pada selaput lembutku
Sehingga
ada kubangan air mata
Merajut
asa penuh nestapa
Menanak
harapan di atas duka
Dalam
binar nanah mata
Menyelinap
di ubun senja kemarin
Kau
berotasi pada poros ingatan
Yang
menghasilkan lamunan
Kasih,
rinduku tak akan pernah rampung
Aku
selalu menunggumu di atas lantai waktu
Dalam
lamunan,
Hanya
dalam lamunan engkau menjelma nyata
Mawar Putih
Aku
mencinta
Pada
tubuh mawar putih
Yang
setiap indranya menyimpan rahasia
Dan
aroma yang merengkuh jiwa
Aku
mencinta
Pada
lengan mawar putih
Yang
setiap waktunya selalu mendekap rasa
Dan
pada jari-jarinya kuselipkan rindu
Aku
mencinta
Pada
kaki mawar putih
Yang
setiap masanya selalu menapaki genangan
Dan
langkah yang meninggalkan kenangan
Kelam Malam
Di
malam itu bu
Aku
telah membuat kubangan
Pada
selaput lembutmu
Hidung
yang mulai memerah dan sengau
Suaramu
yang tengah parau
Maafkan
aku
Tak
sengaja ku sematkan pisau kata
Pada
bilik hatimu
Hingga
air dari lintang matamu luruh
Biar
aku yang menadah semua pedih perih
Sebagai
deraan bagiku
Karena
telah lancang menyerpih perasaanmu
Gerimis Manis
Kau
tau, aku menyukai gerimis
Sebab
ia datang tanpa suara
Memandikan
tanah dengan perlahan
Menyapa
setiap dedaunan
Menegur
semua dedahan
Sungguh
ia begitu ramah bukan?
Ah...Gerimis
kau begitu manis
Merengkuh
tubuh yang sedang luruh
Menapis
luka mengikis tangis
Anak-anak
begitu riang
Menari
di bawah rinai yang menjadikan mereka damai
Janganlah
dulu beranjak pergi
Tunggu
beberapa waktu lagi
Lelaki yang ku panggil Bapak
Sebelum
adzan subuh kau telah menyegarkan tubuh
Bermandikan
cahaya lindap dirimu telah siap
Untuk
pergi sebelum datang pagi
Berbekal
do’a agar selalu terjaga
Meski
peluh seringkali luruh kau tak pernah mengeluh
Meski
terjamah lelah kau tak pernah menyerah
Pakaian
di tubuh telah terlihat lusuh
Sedang
malam telah menjemputmu untuk pulang
Kau
datang dengan rupa ceria tapi aku tahu kau berpura-pura
Kau
memang pandai menyembunyikan rasa
Saat
kau tertidur pulas ku daras kau punya paras
Ternyata
kau menyimpan beban yang tak pernah kau tunjukan
Demi
anak dan isterimu kau melakukan segalanya
Apapun
kau pertaruhkan hanya untuk kebahagiaan
Kau....
Lelaki yang ku panggil Bapak
Harus
dengan apa aku membalasmu
Aku
telah riap dan kau semakin menua
Belum
bisa ku buat kau bangga
Belum
bisa ku balas semua jasa
Tetaplah
setia mendo’akanku
Agar
aku bisa bikin kau bangga dan bahagia
Karena
kau adalah lelaki yang ku panggil Bapak
Kunjungan Rindu
Kini
rindu kerap kali berkunjung
Bertamu
pada hati yang sendu
Menunggu
di ambang kalbu
Aku
termangu ku biarkan atau ku usir
Terkadang
ia datang saat malam
Menari-nari
di lorong ingatan
Menebar
lelatu di langit pikiran
Menabuh
gendang sukma pada rongga jiwa
Gema
rindu yang bertandang
Tak
pernah jemu menyulam temu
Untuk
kali ini ku biarkan rindu bersemayam
Dalam
ruang nurani
Ini Juga Rindu
Saat
aku sedang menenun rindu
Kau
berpiuh-piuh dalam ingatan
Tenggelam
di segara jiwa yang paling dalam
Terapung
bersama riak-riak cinta
Pada
bahu senja yang begitu manja
Kini
ku sandarkan satu nama
Yang
jarum asmaranya ku sematkan di bilik jiwa
Agar
tak terjamah luka
Merindumu
Ketika
senja telah luruh
Aku
bersandar pada bahu langit
Duduk
di selasar dangau
Seraya
memegang sepucuk ridu yang ranum
Wajahmu
berpusar dalam ingatan
Bermuara
pada ceruk hati
Terhampar
di pesisir kalbu
Kapankah
ganggang waktu manghantar pertemuan
Janganlah
dulu bermuram, dik
Ini
tengah malam
Aku
akan melambungkan do’a
Agar
kita dapat bertatap muka, segera
Malaikat di Dunia
Bu,
ketika kau berbaring di atas randu
Tertidur
begitu jenak
Menampak
raut mu yang lumat
Aku
menjumpai kedamaian di dalamnya
Acap
kali kau ku buat gusar
Bahkan
sampai netramu mengeluarkan air
Ulahku
punya sebab
Namun
kau begitu lapang mamaafkan
Tetaplah
seperti itu ibu
Menyanyangiku
dengan tak pernah jemu
Menaungiku
dengan cinta kasih yang beribu
Karena
tak ada yang sepertimu
Aku
akan berdo’a hingga ranum
Biar
kelak dapat ku lihat senyum terpampang di bibirmu
Dan
dua bola mata yang berbinar
Sebab
bangga punya anak seperti ku
Meraup Jemu
Sekelumit
rasa mendera jiwa
Di
hantam kecaman rindu
Remah-remah
luka masih meraung
Membuncah
lara larut dalam pilu
Dalam
durasi yang tak pernah berhenti
Mengapa
bisa cinta mengalami reduksi
Mengumpat
asmara yang kian meruah
Pada
hati yang semakin menulang
Kasih,
kini kau meraup jemu
Mengisap
sedu ketika lengang
Gelombang
hasrat telah kupak
Sudahalah,
barang kali waktu sedang bersenda pada cinta