Minggu, 21 Mei 2017

PENGGALAN MATAHARI

Karya
 Ulfa Nurul Badriah
Dekatkan dahimu hai tegukan
Ya dekatkan padaku
Ada sekuntum mawar putih dalam hatiku yang ingin kusemaikan didekat dahimu
Betapa manisnya bukan tegukan,bila tegukan itu gemetar menahan malu
Aku sertakan kopi pertama prosesi yang baru kuterima
Akan kutemukan semua mimpi dekapmu
Bagiku dekat dahimu tampak setengah nyata,setengah kabut
Jika kebetulan engkau menyadari sesuatu itu bernomor satu
Maka pengakuanmu itu akan pulang kembali menjadi tegukan yang nyata
Jika tidak,semuanya akan kembali kepada kabut
Coba katakan wahai...
Kalo ini bukan sekedar kabut,bukan sekedar awan tapi penggalan Matahari
Yang menenguk tanpa pernah pinta
Bait-bait ini aku tulis untuk sekedar kabut



SAHABAT

SAHABAT
Sahabatku...
Kulihat daun telah berganti warna
Seiring dengan rasa pilu dihati
Ingin sekali ku ceritakan
Tentang apa yang hinggap dipikiranku
Apa kita sudah berbeda?
Aku merasa jarak semakin membentang diantara kita
Padahal kita berpijak di bumi yang sama
Masihkah kau mendengar sahutku?
Relakah kau luangkan waktu untukku?
Sahabatku...
Aku merindukanmu

                                                                                                                        Siti Alawiyah

                                                                                                                            3A PBSI

Landing Kerinduan

Apa daya makhluk pecandu rindu
Pengharap temu
Yang tak pernah kenal waktu
Yang mampu melihatmu dalam baris-baris galeriku
Membayangkan mu dalam bayang-bayang yang semu
Menemanimu dalam langkah-langkah yang tak jemu
Memang aku sangat mendamba kerinduan
Yang berakhir dengan landing pertemuan
Tapi lain hal nya saat hati mengalami ketidakstabilan
Yang tak seimbang dengan kemustahilan dan harapan
Yang sekarang hanya sekedar mengenang
Mengenang cerita yang telah usang
Cerita yang terkadang melayang
Hingga akhirnya tenggelam

Meski semuanya hanya mampu ditimbang dalam angan-angan kerinduan 

oleh
Hani Novianti

KOPI DIMALAM MINGGU

Kau ingat?
Tentu kau masih ingat
Hari dimana kau mengukir pilu
Bukan dihari sabtu
Lebih tepatnya dimalam minggu
          Seperti mimpi katamu?
          Padahal aku hanya ingin bertemu
          Kau suka meminum kopi
          Yang kusuguhkan dengan cangkir berlukiskan mawar
          Ya, mawar.
Semenjak kau senang meminum kopi
Kau sering membagi hati
Cari muka sana sini
Berharap menjadi pangeran atas puteri-puteri
          Aku bukan iri
          Hanya merasa benci
          Setelah tahu secangkir kopi kau khianati
          Tak usah kau ingat-ingat
          Sekarang mari kita minum kopi dengan rasa paling pekat

                                                                                      Cianjur
                                                                                      Siti Iin Hartinah

                                                                                      3A PBSI

Gerimis Tipis dan Sabda-Sabda Sunyi

Perjalanan digiring gerimis
Langkah-langkah patah mendayu tak bertuju
Sabda-sabda sunyi mengaliri gelap tak berarah
Pada harap yang hampir punah

Dibalik gerimis tipis
Kusematkan sebiji tasbih sebagai rayuan
Bolehkah kumembangun sujud dan lagu
Di bawah rembulan bisu
Dalam debur doa, dan kalbu yang tak lagi seutuh dulu
Dalam kepingan pilu dan luka-luka yang menguras waktu

Kini enggan ku mengusik jejak
Setelah hati kian tandus
Mengering sebelum musim penghujan beranjak

Jika diibaratkan ranting, aku telah dulu patah sebelum kering
Rongga-rongga luka kian terbuka
Sebelum sempat kutemui penawarnya
Tapi kini kututup kembali
Sebab angin telah menenggelamkan butir-butir mantra
Akhirnya aku mengerti
Bahwa menggenggam kata juga luka
Tak semudah berlayar di pipi doa

Menjelang sepertiga malam yang akhir
Kalbuku leluasa bercakap
Sekedar tawa-menawar dengan Tuhan
Membahas peristiwa setahun kedepan

Dan kini
Tidurku sudah berani meriwayatkan mimpi
Menjelma doa-doa menyebut kembali ayat-ayat cinta yang sempat tertunda


Cianjur, Maret 2017

Tita Herdila

Kamis, 06 April 2017

PUISI- PUISI KARYA ZETIRA REGI TILAFA


Setiaku Pada Satu Raga
Ketika malam datang mengusir senja
Sesayat rindu mengiris kalbu
Saat mengingat indahnya rupa
Kutitip rindu pada lengan angin
Agar dapat ia sampaikan padamu

Dalam setangkai impian
Kusimpan sebuah harapan
Yang kupanjatkan pada sela-sela do’a
Ialah sebuah nama yang menjala kedamaian bila diucap
Menjaring ketenangan bagi jiwa

Genangan asmara selalu membara
Pada telapak hati yang selalu menggenggam cinta
Aku setia pada satu raga

Lamunan Manis
Pada malam lengang
Aku terdiam di beranda teratak
Terjadi sesuatu pada selaput lembutku
Sehingga ada kubangan air mata

Merajut asa penuh nestapa
Menanak harapan di atas duka
Dalam binar nanah mata
Menyelinap di ubun senja kemarin

Kau berotasi pada poros ingatan
Yang menghasilkan lamunan
Kasih, rinduku tak akan pernah rampung
Aku selalu menunggumu di atas lantai waktu
Dalam lamunan,
Hanya dalam lamunan engkau menjelma nyata

Mawar Putih

Aku mencinta
Pada tubuh mawar putih
Yang setiap indranya menyimpan rahasia
Dan aroma yang merengkuh jiwa

Aku mencinta
Pada lengan mawar putih
Yang setiap waktunya selalu mendekap rasa
Dan pada jari-jarinya kuselipkan rindu

Aku mencinta
Pada kaki mawar putih
Yang setiap masanya selalu menapaki genangan
Dan langkah yang meninggalkan kenangan


Kelam Malam

Di malam itu bu
Aku telah membuat kubangan
Pada selaput lembutmu
Hidung yang mulai memerah dan sengau
Suaramu yang tengah parau

Maafkan aku
Tak sengaja ku sematkan pisau kata
Pada bilik hatimu
Hingga air dari lintang matamu luruh
Biar aku yang menadah semua pedih perih
Sebagai deraan bagiku
Karena telah lancang menyerpih perasaanmu




Gerimis Manis
Kau tau, aku menyukai gerimis
Sebab ia datang tanpa suara
Memandikan tanah dengan perlahan
Menyapa setiap dedaunan
Menegur semua dedahan
Sungguh ia begitu ramah bukan?

Ah...Gerimis kau begitu manis
Merengkuh tubuh yang sedang luruh
Menapis luka mengikis tangis
Anak-anak begitu riang
Menari di bawah rinai yang menjadikan mereka damai

Janganlah dulu beranjak pergi
Tunggu beberapa waktu lagi



Lelaki yang ku panggil Bapak

Sebelum adzan subuh kau telah menyegarkan tubuh
Bermandikan cahaya lindap dirimu telah siap
Untuk pergi sebelum datang pagi
Berbekal do’a agar selalu terjaga

Meski peluh seringkali luruh kau tak pernah mengeluh
Meski terjamah lelah kau tak pernah menyerah
Pakaian di tubuh telah terlihat lusuh
Sedang malam telah menjemputmu untuk pulang

Kau datang dengan rupa ceria tapi aku tahu kau berpura-pura
Kau memang pandai menyembunyikan rasa
Saat kau tertidur pulas ku daras kau punya paras
Ternyata kau menyimpan beban yang tak pernah kau tunjukan

Demi anak dan isterimu kau melakukan segalanya
Apapun kau pertaruhkan hanya untuk kebahagiaan
Kau.... Lelaki yang ku panggil Bapak
Harus dengan apa aku membalasmu

Aku telah riap dan kau semakin menua
Belum bisa ku buat kau bangga
Belum bisa ku balas semua jasa
Tetaplah setia mendo’akanku
Agar aku bisa bikin kau bangga dan bahagia
Karena kau adalah lelaki yang ku panggil Bapak



Kunjungan Rindu

Kini rindu kerap kali berkunjung
Bertamu pada hati yang sendu
Menunggu di ambang kalbu
Aku termangu ku biarkan atau ku usir

Terkadang ia datang saat malam
Menari-nari di lorong ingatan
Menebar lelatu di langit pikiran
Menabuh gendang sukma pada rongga jiwa

Gema rindu yang bertandang
Tak pernah jemu menyulam temu
Untuk kali ini ku biarkan rindu bersemayam
Dalam ruang nurani


Ini Juga Rindu
Saat aku sedang menenun rindu
Kau berpiuh-piuh dalam ingatan
Tenggelam di segara jiwa yang paling dalam
Terapung bersama riak-riak cinta
Pada bahu senja yang begitu manja
Kini ku sandarkan satu nama
Yang jarum asmaranya ku sematkan di bilik jiwa
Agar tak terjamah luka


Merindumu

Ketika senja telah luruh
Aku bersandar pada bahu langit
Duduk di selasar dangau
Seraya memegang sepucuk ridu yang ranum

Wajahmu berpusar dalam ingatan
Bermuara pada ceruk hati
Terhampar di pesisir kalbu
Kapankah ganggang waktu manghantar pertemuan

Janganlah dulu bermuram, dik
Ini tengah malam
Aku akan melambungkan do’a
Agar kita dapat bertatap muka, segera





Malaikat di Dunia

Bu, ketika kau berbaring di atas randu
Tertidur begitu jenak
Menampak raut mu yang lumat
Aku menjumpai kedamaian di dalamnya

Acap kali kau ku buat gusar
Bahkan sampai netramu mengeluarkan air
Ulahku punya sebab
Namun kau begitu lapang mamaafkan

Tetaplah seperti itu ibu
Menyanyangiku dengan tak pernah jemu
Menaungiku dengan cinta kasih yang beribu
Karena tak ada yang sepertimu

Aku akan berdo’a hingga ranum
Biar kelak dapat ku lihat senyum terpampang di bibirmu
Dan dua bola mata yang berbinar
Sebab bangga punya anak seperti ku

Meraup Jemu

Sekelumit rasa mendera jiwa
Di hantam kecaman rindu
Remah-remah luka masih meraung
Membuncah lara larut dalam pilu

Dalam durasi yang tak pernah berhenti
Mengapa bisa cinta mengalami reduksi
Mengumpat asmara yang kian meruah
Pada hati yang semakin menulang

Kasih, kini kau meraup jemu
Mengisap sedu ketika lengang
Gelombang hasrat telah kupak
Sudahalah, barang kali waktu sedang bersenda pada cinta






ANTOLOGI PUISI BERJUDUL "HITAM"

(Abdullah Nugraha )
Jika hitam adalah warna neraka
Maka cahayamu petunjuk surga
Seingatku kau menangis berdoa
Agar surga menjadi tujuanku

(Ade Sovianti)
Hitam adalah tanpa keramaian
Tanpa suara rindu yang berirama
Hitam mala mini begitu menerawang
Bagaikan gelap tak kunjung terang
Tanpa cahaya untuk dilalui tanpa mengetahui

(Cici Saskiawati)
Hitam adalah duka
Yang menjadi kesedihan yang mendalam
Yang terpendam di dalam penantian
Akan hadirmu di dalam kesunyian

(Dendi Sukma Ardiansyah)
Hitam adalah keputihan yang tertunda,
maka yang dahulunya kelam akan menjadi cahaya putih pada waktunya
Yang terjatuh kedalam warnanya akan bangkit dengan senyum putihya
Yang terjatuh kedalam labirin kegelapannya
Akan keluar dengan putihnya cahaya
Ketidak jelasan yang hampa akan membawa
Pesan bahagia didalamnya

(Gesli Mariska Putri)
Hitam adalah warna
Warna yang ada di dalam hatimu
Terlihat jelas mengerikan
Hingga tak satupun bunga
Yang memberimu cahaya kesejukan
(Ginanjar Nugraha)
Hitam adalah kepahitan yang akan menjadi manis
Dan putih adalah sesucian yang tetap abadi
Aku bercumbu dalam pahitnya gelap
Enggan menuju kesucian
Pintaku…
Ini awal yang gelap
Menuju putih yang sebenarnya

(Hani Novianti)
Hitam adalah pekat
Dalam hati hanya kamu yang melekat
Kenangan dengannya takkan pernah kuingat
Sebab kamu datang dengan hangat
Membawa cinta yang memikat

(Helmi Husnul Hotimah)
Hitam adalah kelam
Namun disana terdapat secercah cahaya
Yang mungkin belum kau temukan
Tersembunyi apik dalam ruang terujung
Setiap jarang menjadi penantian gemilang

(Irfan Maulana Ramdani)
Hitam adalah warna rambutmu
Saat pucat menyelimuti wajahmu
Deras pahit mengelilingi ragamu
Dengan harap ayat ini menemanimu
Supaya kelak kegelapam tidak menghampirimu





(Irma Martialista)
Hitam adalah kegelisahan saat kamu tak menemani
Karena tanpa kamu hidupku terasa hampa
Kamu tang membuatku berwarna
Aku bahagia memilikimu

(Latifah)
Hitam adalah malam  dan biar cahaya yang berwarna
Bersama sunyi yang menyepi
Tumbuh di antara rongga-rongga cinta
Hingga perlahan an mengubur luka

(M. Irfan Abdurahman R.)
Hitam itu tersesat, cahayamu tak membuatku lupa jalan pulang
Tapi semuanya bangsat
Kini ku tak butuh cahaya
Selama hitam tak membuatku melarat

( Nurpuspita)
Hitam adalah luka
Dengan hadirmu ku bahagia
Sebab kamu penawar duka
Pada hati yang terluka

(Ola Erlinda Nathania)
Hitam
Adalah mahakarya
Yang mengukir  bayanganmu
Di tengah rindu
Melulu berharap temu
Tak peduli waktu berlalu
Karena yang ku mau
Hanyalah kamu

(Rahmat Gunawan)
Hitam adalah depresiku disaat mengenal cahaya terkasih
Matamu yang dulu bersinar
Kini tak lagi cerah secerah dulu
Kulitmu yang kencang
Perlahan mulai mengerut
Pengorbananmu begitu besar bagaikan lautan di samudera atlantik
Kau begitu cepat tuk pergi
Maafkan aku… Bu…
Yang belum sempat membalasmu

(Riana Sutisna Hidayat)
Hitam adalah keburukan dan putih adalah kebaikan
Hitam dan putih memang berbeda
Hitam dan putih memang tak pernha sewarna
Sama halnya keburukan dan kebaikan
Yang tak pernah senyawa

(Rifki Hidayat)
Hitam adalah kehampaan jika tak bisa memaknainya
Harapan yang selalu hadir memaham kekosongan
Yang akan menemukan jalan cinta

(Siti Alawiyah)
Hitam adalah tinta
Yang menggores kata di dalam luka
Sedikit demi sedikit
Menjalar ke dinding hati
Hingga terasa mati





(Siti Aminah)
Hitam adalah kusam yang menutupi hatiku
Yang menutupi kepekaan dalam jiwa
Tak mampu aku menggenggam lagi
Dan tak perlu aku memperdulikanmu kembali

(Siti Iin Hartinah)
Hitam adalah tanpa cahaya
 dengan menutup mata kau melihat warna
Bersama dengan waktu
Kau ukir hitam dengan pilu
Hingga warna tak ingin menyatu

(Sri Fauziah)
Hitam adalah pilu diujung rindu yang tak kunjung temu
Bersama huja kian keras, kian deras
Menunggu hadirmu dibalik kelambu
Berharap berlabuh di seperdetik waktu
Namun kini ku hanya mampu meretas rindu lewat kata di atas kertas

(Tita Herdila)
Hitam adalah ingatan usang
Mencipta ego dan bilor keraguan
Sebab malam tak  pernah menggoda senyap
Jika kau tau
Bagaimana rasa itu kian lenyap


(Ulfah Nurul Badriah)
Hitam adalah pena
Yang menngarislan segala urusan cintamu
Yang ada dalam kenangan hatiku
Yang menggoreskan penguasa hari-hari

(Vereira Wahyu Nurillah)
Hitam adalah malapetaka yang membuat kesuraman
Ditengahnya kulihat cahaya doa yang putih
Benderang menyinari pekatnya hitam
Hingga perlahan sang hitam itu memudar
Dan berubah menjadi putih seluruhnya

(Zetira Regi Tilafa)
Hitam adalah bola matamu
Segala keindahan semesta tersimpan di dalamnya
Tempat segala teduh bermuara
Dan di bola matamu aku menemu bahagia Tuhan
Atau barangkali keajaiban yang tak sengaja dijatuhkan

(Neneng Hernika)
Hitam adalah tanpa arah sebab identik dengan gelap yang membuat sesat
Sayang sekali cahaya itu hilang
Terbawa oleh kebencian
Merasuk dalam sukma yang kelam

(Bastari Livianty)
Hitam adalah hampa
Hampa terasa hidupku
Tanpa dirimu
Entah dimana kamu
Berada kini ku
Merindukanmu duhai

Kekasihku