Kamis, 06 April 2017

PUISI- PUISI KARYA ZETIRA REGI TILAFA


Setiaku Pada Satu Raga
Ketika malam datang mengusir senja
Sesayat rindu mengiris kalbu
Saat mengingat indahnya rupa
Kutitip rindu pada lengan angin
Agar dapat ia sampaikan padamu

Dalam setangkai impian
Kusimpan sebuah harapan
Yang kupanjatkan pada sela-sela do’a
Ialah sebuah nama yang menjala kedamaian bila diucap
Menjaring ketenangan bagi jiwa

Genangan asmara selalu membara
Pada telapak hati yang selalu menggenggam cinta
Aku setia pada satu raga

Lamunan Manis
Pada malam lengang
Aku terdiam di beranda teratak
Terjadi sesuatu pada selaput lembutku
Sehingga ada kubangan air mata

Merajut asa penuh nestapa
Menanak harapan di atas duka
Dalam binar nanah mata
Menyelinap di ubun senja kemarin

Kau berotasi pada poros ingatan
Yang menghasilkan lamunan
Kasih, rinduku tak akan pernah rampung
Aku selalu menunggumu di atas lantai waktu
Dalam lamunan,
Hanya dalam lamunan engkau menjelma nyata

Mawar Putih

Aku mencinta
Pada tubuh mawar putih
Yang setiap indranya menyimpan rahasia
Dan aroma yang merengkuh jiwa

Aku mencinta
Pada lengan mawar putih
Yang setiap waktunya selalu mendekap rasa
Dan pada jari-jarinya kuselipkan rindu

Aku mencinta
Pada kaki mawar putih
Yang setiap masanya selalu menapaki genangan
Dan langkah yang meninggalkan kenangan


Kelam Malam

Di malam itu bu
Aku telah membuat kubangan
Pada selaput lembutmu
Hidung yang mulai memerah dan sengau
Suaramu yang tengah parau

Maafkan aku
Tak sengaja ku sematkan pisau kata
Pada bilik hatimu
Hingga air dari lintang matamu luruh
Biar aku yang menadah semua pedih perih
Sebagai deraan bagiku
Karena telah lancang menyerpih perasaanmu




Gerimis Manis
Kau tau, aku menyukai gerimis
Sebab ia datang tanpa suara
Memandikan tanah dengan perlahan
Menyapa setiap dedaunan
Menegur semua dedahan
Sungguh ia begitu ramah bukan?

Ah...Gerimis kau begitu manis
Merengkuh tubuh yang sedang luruh
Menapis luka mengikis tangis
Anak-anak begitu riang
Menari di bawah rinai yang menjadikan mereka damai

Janganlah dulu beranjak pergi
Tunggu beberapa waktu lagi



Lelaki yang ku panggil Bapak

Sebelum adzan subuh kau telah menyegarkan tubuh
Bermandikan cahaya lindap dirimu telah siap
Untuk pergi sebelum datang pagi
Berbekal do’a agar selalu terjaga

Meski peluh seringkali luruh kau tak pernah mengeluh
Meski terjamah lelah kau tak pernah menyerah
Pakaian di tubuh telah terlihat lusuh
Sedang malam telah menjemputmu untuk pulang

Kau datang dengan rupa ceria tapi aku tahu kau berpura-pura
Kau memang pandai menyembunyikan rasa
Saat kau tertidur pulas ku daras kau punya paras
Ternyata kau menyimpan beban yang tak pernah kau tunjukan

Demi anak dan isterimu kau melakukan segalanya
Apapun kau pertaruhkan hanya untuk kebahagiaan
Kau.... Lelaki yang ku panggil Bapak
Harus dengan apa aku membalasmu

Aku telah riap dan kau semakin menua
Belum bisa ku buat kau bangga
Belum bisa ku balas semua jasa
Tetaplah setia mendo’akanku
Agar aku bisa bikin kau bangga dan bahagia
Karena kau adalah lelaki yang ku panggil Bapak



Kunjungan Rindu

Kini rindu kerap kali berkunjung
Bertamu pada hati yang sendu
Menunggu di ambang kalbu
Aku termangu ku biarkan atau ku usir

Terkadang ia datang saat malam
Menari-nari di lorong ingatan
Menebar lelatu di langit pikiran
Menabuh gendang sukma pada rongga jiwa

Gema rindu yang bertandang
Tak pernah jemu menyulam temu
Untuk kali ini ku biarkan rindu bersemayam
Dalam ruang nurani


Ini Juga Rindu
Saat aku sedang menenun rindu
Kau berpiuh-piuh dalam ingatan
Tenggelam di segara jiwa yang paling dalam
Terapung bersama riak-riak cinta
Pada bahu senja yang begitu manja
Kini ku sandarkan satu nama
Yang jarum asmaranya ku sematkan di bilik jiwa
Agar tak terjamah luka


Merindumu

Ketika senja telah luruh
Aku bersandar pada bahu langit
Duduk di selasar dangau
Seraya memegang sepucuk ridu yang ranum

Wajahmu berpusar dalam ingatan
Bermuara pada ceruk hati
Terhampar di pesisir kalbu
Kapankah ganggang waktu manghantar pertemuan

Janganlah dulu bermuram, dik
Ini tengah malam
Aku akan melambungkan do’a
Agar kita dapat bertatap muka, segera





Malaikat di Dunia

Bu, ketika kau berbaring di atas randu
Tertidur begitu jenak
Menampak raut mu yang lumat
Aku menjumpai kedamaian di dalamnya

Acap kali kau ku buat gusar
Bahkan sampai netramu mengeluarkan air
Ulahku punya sebab
Namun kau begitu lapang mamaafkan

Tetaplah seperti itu ibu
Menyanyangiku dengan tak pernah jemu
Menaungiku dengan cinta kasih yang beribu
Karena tak ada yang sepertimu

Aku akan berdo’a hingga ranum
Biar kelak dapat ku lihat senyum terpampang di bibirmu
Dan dua bola mata yang berbinar
Sebab bangga punya anak seperti ku

Meraup Jemu

Sekelumit rasa mendera jiwa
Di hantam kecaman rindu
Remah-remah luka masih meraung
Membuncah lara larut dalam pilu

Dalam durasi yang tak pernah berhenti
Mengapa bisa cinta mengalami reduksi
Mengumpat asmara yang kian meruah
Pada hati yang semakin menulang

Kasih, kini kau meraup jemu
Mengisap sedu ketika lengang
Gelombang hasrat telah kupak
Sudahalah, barang kali waktu sedang bersenda pada cinta






Tidak ada komentar:

Posting Komentar