Kamis, 24 November 2016

CERPEN POSTKOLONIALISME : TEPATNYA DI LHOK SEUMAWE

TEPATNYA DI LHOK SEUMAWE

Oleh : Ola Erlinda Nathania
"Hayaii...Hayaiii...!!!"1 Teriak seorang prajurit militer Jepang yang sedang mengawasi para pekerja rakyat Indonesia yang sibuk mengangkut rempah-rempah. Puluhan orang penduduk Lhok Seumawe tampak bekerja keras memetik hasil rempah-rempah yang akan di kirim ke Jepang. Ini dilakukan oleh pimpinan orang Jepang yang menekan rakyat Lhok Seumawe untuk bekerja keras guna kebutuhan perang melawan Asia Pasifik.
Namun begitulah keseharian nasib rakyat Indonesia khususnya Lhok Seumawe. Belanda yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu bukan membebaskan mereka dari penjajahan, melainkan mendatangkan penjajahan baru dari Jepang.
Mereka harus takluk kepada Jepang, melakukan pekerjaan berat demi Jepang tanpa di beri upah. Jika mereka membangkang maka kemiliteran Jepang akan menyiksa mereka dengan hukuman yang memedihkan. Mereka menyebutnya “romusha” atau sistem kerja paksa.
"Seperti biasa, kau terlalu keras kepada mereka, Kamiya" Ucap salah seorang teman militernya, yang mendekati Hiroshi Kamiya mengawasi para pekerja.
"Tentu saja, meski mereka berpakaian compang-camping dan rakyat miskin yang kelaparan mereka adalah harta karun kita untuk mengalahkan sekutu" Ucap Hiroshi Kamiya yakin.
"Hahaha, kau memang ambisius, tidak heran kau sangat dipercaya oleh Tuan Himura" Puji temannya.
Himura Takigawa, sebut saja dia adalah pemimpin tertinggi yang menjadi kepala pemerintahan di Lhok Seumawe. Pemerintah Jepang merekrutnya dalam mengatur eksploitasi rempah-rempah di Indonesia, dan ia pun mendapat bagiannya yang membuatnya semakin kaya raya.
            Pagi itu, Himura Takigawa dan istrinya, Kaoru Akuma menunggu putranya datang untuk menyantap hidangan yang telah disiapkan oleh para pelayan. Tak lama anak semata wayang yang ditunggu-tunggu pun muncul.
"Ohayo gozaimas, Ottosan-okaasan" Ucap anaknya sambil membungkukan badan tanda penghormatan.
"Aahh akhirnya... " Ucap Kaoru yang terlihat senang dengan kemunculan anaknya yang bertambah dewasa, Himura Shintaro. Ia adalah pria yang sangat tampan yang mampu memikat hati wanita. Bahkan para pelayannya pun menyukai pria ini, namun apa daya, mereka tak pernah menyatakan perasaannya karena status sosial.
Himura Shintaro duduk di kursi yang berhadapan dengan Ibunya. Ia tak segera menyantap makanannya, wajahnya terlihat murung dan melamun.
"Ada apa Shintaro?" Tanya Kaoru Akuma.
"Nandemonai" Balas Himura Shintaro.
***
"Dasar bodoh ! Kau menumpahkan semua teh nya. Jika begini semua teh nya kotor dan tidak bisa di kirim ke Jepang !" Bentak seorang prajurit militer sambil merenggut rambut wanita paruh baya yang tak sengaja menumpahkan teh dari keranjang.
"Ma'af Tuan, saya tidak sengaja melakukannya"
"Ah!" Prajurit itu menghempaskan kepalanya dengan kasar.
Elisa, gadis muda yang tengah mengangkut teh menyaksikan kejadian itu. Pikiran dan hatinya terasa panas dan tak tahan melihat perlakuan prajurit itu yang bertindak kejam. Elisa menyimpan keranjangnya dan menghampiri prajurit itu.
"Apa yang kau lakukan? Kau melakukan kekerasan seperti ini kepada semua pekerja! Kau memang kejam dan tak berperikemanusiaan!" Bentak Elisa.
"Kau bilang apa? Beraninya kau membentakku seperti itu"
"Kau pikir aku takut denganmu, hah, setiap hari, setiap waktu kau membentak kami seperti itu. Kau tidak pernah memberi kami waktu untuk beristirahat, dan kau tak pernah memberi kesempatan kami untuk minum. Kau hanya menonton kami dengan santai, seharusnya kau pikirkan keadaan kami!"
"Heh, gadis bodoh!" Prajurit itu merenggut rambut Elisa dengan kasar "Kau lupa, ini adalah kesepakatan Jepang dan rakyat ini untuk bekerja sama dengan Jepang. Kau tidak berhak memprotes seperti itu, jika kau tidak mau melakukan apa yang kami peintahkan, maka kau harus dihukum karena di anggap melanggar kesepakan kita"
"Aku tidak pernah mengakui kepakatan itu. Kau, dan seluruh kawan-kawanmu hanya menarik simpati rakyat ini agar bisa bekerja sama dengan Jepang, padahal pemerintahmu yang kejam itu hanya memanfaatkan tenaga dan hasil bumi kami untuk peperangan Jepang. Kau memanfaatkan kami seenaknya!"
Plak!!
Prajurit militer itu menampar Elisa dengan kasar.
"Elisa!" Ibunya muncul dan langsung memeluk anaknya. Elisa menoleh dengan tatapan tajam dan tak terima. Sementara prajurit itu dengan tenang menghisap rokok, seakan tak bersalah telah melakukan kekerasan.
"Iya, kami memang memanfaatkannya. Apa, kau mau berkata apa lagi, hah?"
"Jepang tidak akan pernah menang melawan asia pasifik"
Prajurit itu mengarahkan kayu dan siap melayangkan di kepala gadis itu.
"Hentikan" Suara itu muncul ke arah mereka.
"Tuan muda!" Prajurit itu terkejut dengan kedatangan seorang putra pemimpin di antara mereka.
Prajurit militer itu membungkukan badan tanda penghormatan "Gomennasai..."
"Jadi selama ini kau melakukan kekerasan terhadap mereka?" Tanya Himura Shintaro sambil melihat Elisa yang jatuh terduduk dengan pipi memerah bekas tamparan "Tidak bisa dimaafkan"Lanjutnya.
"Dia melakukan perlawanan Tuan, dan dia bilang bahwa Jepang tidak akan memenangkan perang melawan asia pasifik"
Himura Shintaro tak membalas. Ia mendekati Elisa lalu mengulurkan tangannya.
"Ma'afkan kami, Nona. Kau tidak apa-apa?" Tanya Himura Shintaro.
Elisa tak menerima uluran tangan itu. Ia berdiri sendiri, lalu menatap tajam Himura Shintaro dan berkata "Uluran tanganmu tidak cukup untuk membantu kami"
            Elisa berlalu meninggalkan tempat itu.
***
Uluran tanganmu tidak cukup untuk membantu kami
Suara itu, terngiang di telinga Himura Shintaro. Bukan hanya itu, ia selalu teringat dengan gadis itu yang selalu berontak jika prajurit melakukan hal yang tidak ia terima. Gadis yang berani namun amat memedihkan. Ya, Himura Shintaro bukan sekali saja bertemu dengan gadis itu, bahkan setiap hari. Ini karena ia selalu keluar dari rumah istananya dan melihat pekerja yang sedang memanen hasil rempah-rempah. Ia juga terkadang membantu para pekerja yang kesulitan melakukan sesuatu.
            Elisa adalah satu-satunya gadis yang paling cantik di wilayah itu. Bahkan ketika Elisa berpenampilan dekil dan kotor karena selalu bekerja keras setiap hari dimata Himura Shintaro hal itu tidak menutupi kecantikan Elisa sedikit pun.
***
"Jangan bertindak gegabah lagi, Nak, kau bisa diperlakukan lebih kejam lagi jika kau melawan mereka" Ucap Ibunya malam itu pada Elisa.
"Kita tidak bisa diam saja, Ibu. Kenapa rakyat ini harus mau diperlakukan seperti itu oleh mereka?"
"Karena itu kesepakatan pemerintah Indonesia dengan Jepang, kita hanya rakyat kecil Elisa, kita hanya bisa menuruti apa yang diperintahkan mereka"
Elisa terdiam. Padahal darahnya semakin mendidih karena muak dengan perlakukan Jepang yang selalu menindas mereka. Ia marah, tidak ada yang seperti dirinya disini, tidak ada yang semarah dirinya terhadap Jepang, semua rakyat hanya bisa pasrah atas perlakukan Jepang yang selalu menindas.
Elisa berlari keluar rumah, ia berlari di tengah hujan deras yang membasahi Lhok Seumawe. Ia berlari ke kebun yang rata dengan tanah, namun telah di bajak yang siap di tanami tanaman baru.
Ia berteriak, menangis sepuasnya.
"Jika kau menangis seperti itu, tidak akan merubah keadaan" Suara itu muncul di belakang Elisa. Ia menoleh. Dia lagi, Himura Shintaro.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Elisa
"Untuk menemuimu"
"Mau apa?"
"Elisa" Himura menggenggam tangan Elisa. "Aku menyukaimu"
"Eh" Elisa memelotot, ia tak menyangka Himura akan  melontarkan ucapan itu.
"Menikahlah denganku"
***
Pada awalnya hubungan Himura Shintaro dan Elisa tak direstui oleh Himura Takigawa, karena Elisa gadis biasa yang tidak memiliki status sosial sama sekali. Namun Kaoru yang mementingkan kebahagian Himura Shintaro ia melakukan pembelaan yang pada akhirnya sang Ayah merestui hubungan mereka.
Mereka pun menikah dan Elisa tinggal di istana, namun tidak dengan kedua orang tuanya. Himura Takigawa yang kejam membiarkan orang tua Elisa sebagai pekerja romusha dan hal ini semakin menumbuhkan rasa kebencian Elisa kepada Himura Takigawa.
Pagi itu, tampak Himura Shintaro melakukan penghormatan seikerei terhadap bendera Hinomaru yang di kibarkan di depan istana saat matahari terbit. Lalu muncul Elisa mendekati Himura.
"Kau tidak seharusnya melakukan seikerei saat berada di Indonesia" Ucap Elisa.
"Ayah melarangku untuk berhenti melakukan ini, lagi pula ini hanya penghormatan"
"Apa kau keberatan untuk melakukan penghormatan kepada bendera merah puith?"
"Jika itu yang kau mau, aku akan melakukannya"
Saat itu pula, Elisa mengajak Himura Shintaro pergi ke sebuah tepi pantai yang terdapat tiang bendera yang tertancap di pasir hitam.
"Tegakkan kepalamu" Ucap Elisa. "Ikuti aku" Lanjut Elisa seraya mengangkat tangannya, lalu merapatkan jarinya dan menempelkannya di kening. Himura Shintaro mengikuti dengan sedikit kaku, namun akhirnya melakukan penghormatan dengan baik.
Bendera merah putih berkibar di tepik angin laut, menciptakan suara khas kain yang berkelebat. Mata Elisa tak berkedip menatap bendera yang berkibar itu, bendera yang haus akan kemerdekaan dan tampak muak dengan penjajahan.
"Himura" Ucap Elisa setelah melakukan penghormatan. Mereka berjalan di tepi pantai dengan arus laut yang membasahi kaki mereka.
"Ya?"
"Aku memiliki ide, agar Jepang memenangkan perang asia pasifik"
"Bagaimana caranya?"
Langkah Elisa terhenti lalu kehadapan Himura Shintaro dan memandang wajahnya.
"Untuk memenangkan perang dunia dua, maka para pemuda harus dilatih menjadi tentara agar bisa membantu Jepang melawan sekutu, kau tahu, di Indonesia bukan saja memanfaatkan hasil bumi, tapi tenaga mereka untuk ikut berperang" Ucap Elisa.
"Ya, kau benar, aku akan mengusulkan ini pada ayahku" Himura Shintaro
***
"Begitu, ya. Itu ide bagus, aku tidak menyangka gadis itu memiliki ide yang sangat brilian. Baiklah, mulai dari besok aku akan memerintahkan prajurit militer untuk merekrut para pemuda dan melatih kemiliteran" Kata Himura Takigawa setelah mendengar usulan yang di ajukan oleh Himura Shintaro.
"Arigato gozaimasu, ottosan"
Elisa yang diam-diam menguping di balik pintu ia tersenyum.
Keesokan harinya, Elisa mencuri waktu para pekerja romusha untuk berkumpul disuatu tempat yang tidak di awasi oleh prajurit militer.
"Seperti yang telah kita tahu, pemerintah Jepang sudah keterlaluan dalam memperlakukan penduduk Lhok Seumawe, mereka bukan hanya merampas hasil bumi, tapi kita hidup sengsara mengorbankan segalanya untuk Jepang. Kita tidak bisa tinggal diam, maka dari itu, aku memiliki misi untuk mengusir Jepang dari Lhok Seumawe. Katakan ini pada semua orang, jangan sampai prajurit militer tahu. Sebentar lagi Tuan Takigawa akan mengadakan organisasi militer, mereka akan merekrut para pemuda untuk dilatih, dan dijadikan sebagai anggota perang melawan sekutu. Jika kita sudah terlatih untuk menjadi anggota militer, maka kita sendiri yang akan melakukan perlawanan dan pemberontakkan terhadap Jepang" Kata Elisa, semua yang mendengarkan tampak setuju dengan rencana Elisa yang diam-diam memiliki misi untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang.
"Kita akan melakukan pemberontakkan sebelum perang dunia dua dimulai, aku yakin dengan jumlah anggota militer yang banyak maka kita bisa mengusir Jepang dari sini" Lanjutnya.
Atas usul Elisa maka rakyat Lhok Seumawe pun berhasil menyebarkan berita tersebut dari mulut kemulut dan merahasiakannya dari prajurit Jepang. Hal itu sukses membuat para pemuda Lhok Seumawe untuk ikut dalam kemiliteran yang dilatih oleh prajurit militer Jepang.
Di sisi lain, Elisa bukan hanya diam-diam melakukan perlawanan terhadap Jepang bersama rakyat Lhok Seumawe, ia juga memikirkan Himura Shintaro, suaminya. Apa jadinya, jika suatu hari nanti rakyat Lhok Seumawe melakukan pemberontakkan terhadap pemerintah Jepang sedangkan suaminya berada di pihak Jepang dan Elisa tidak ingin membahayakan Himura. Karena Elisa tahu, Himura tak memiliki tabiat diktator seperti ayahnya dan tidak memiliki urusan perang Jepang dengan sekutu.
"Perang dunia kedua sebentar lagi akan dilaksanakan, menang atau kalah Jepang, kau harus ikut denganku dan menjadi warga negara Jepang" Ucap Himura suatu hari.
Elisa menggeleng tak setuju "Aku tidak ingin ikut denganmu, aku ingin tetap berada disini, jika kau tetap memaksaku seperti itu, lebih baik ceraikan aku"
"Apa maksudmu, Elisa?" Tanya Himura "Aku tidak akan menceraikanmu apapun yang terjadi, bagiku kau sama pentingnya dengan Jepang. Lagi pula aku sama sekali tidak berperan dalam perang dunia dua. Masa depan Jepang berada di tangan ayahku, dan para pemimpin lainnya. Tapi masa depanku berada di tanganmu, apa jadinya jika kita berpisah, aku siap jika kau memintaku untuk tinggal di Indonesia”
Arigato” Ucap Elisa yang langsung memeluk Himura.
***
Beberapa bulan kemudian…
Tepat saat matahari terbit. Terjadi pemberontakan antara militer Lhok Seumawe dengan militer Jepang. Serangan mendadak ini mampu melumpuhkan para militer Jepang karena mereka belum mempersiapkan apapun menghadapi pemberontakkan ini.
Suara tembakan memecah suasana pagi hari, teriakkan rakyat melawan militer Jepang terdengar tak gentar. Meski banyak korban Lhok Seumawe yang terbunuh, namun mereka tetap melakukan perlawanan.
Himura Takigawa menyadari sesuatu tentang Elisa. Ternyata Elisa memang sengaja mengusulkan ide pelatihan militer bukan untuk membantu perang melawan Asia Pasifik, tetapi untuk melawan Jepang itu sendiri.
“Tuan Takigawa, tidak ada waktu lagi, kita harus segera menuju kapal, sebelum mereka masuk ke dalam istana dan membahayakan Tuan” Ucap Hiroshi Kamiya.
Wajah Himura penuh kemurkaan, ia pun mengambil sebilah pedang yang tergantung di dinding. Ia bergegas menuju kamar Himura Shintaro untuk bertemu dan membunuh Elisa.
“Dimana wanita itu?” Tanya Himura Takigawa. Di dalam kamar sudah tidak ada Himura Shintaro dan Elisa.
Sementara itu, Himura Shintaro bersama Elisa berlari menyusuri lorong untuk kabur dari istana. Namun tanpa di duga Himura Takigawa tiba-tiba sudah di hadapan mereka dengan membawa sebilah pedang.
Ottosan
“Shintaro, menjauh darinya, aku tahu wanita ini sejak lama melakukan rencana pemberontakkan terhadap Jepang”
“Jangan melukainya ayah, dia melakukan semua ini bersama rakyat Lhok Seumawe karena selama ini Jepang menindas dengan kejam” Bela Himura Shintaro.
“Ada apa Shintaro? Apa sekarang kau berada di pihaknya dan mengkhianati ayah?” Tanya Himura Takigawa tajam.
“Aku tidak ingin mengkhianati ayah, tapi aku sadar, apa yang ayah lakukan selama ini adalah hal yang sangat kejam. Ayah tidak seharusnya melakukan romukyoku terhadap rakyat ini”
“Kau memang anak tak tahu di untung, jika kau berada di pihak Indonesia Ayah tidak segan untuk membunuh kalian berdua” Ancam Himura Takigawa
Ottosan!”
“Jika kau tidak ingin terluka biarkan wanita itu”
“Tidak” Himura Shintaro melindungi Elisa di balik punggungnya.
“Baiklah, jika memang ini maumu, Shintaro” Himura takigawa hendak melayangkan pedang itu di depan wajah mereka.
Yamette!” Teriak Kaoru Akuma. “Jangan lakukan ini. Biarkan mereka, kita sudah kalah disini, mereka melakukan pemberontakkan dan kita kehabisan prajurit militer. Semua sedang menuju kapal, ayo, kita harus segera pergi”
Okaasan
“Shintaro…” Kaoru meneteskan air mata memandang anaknya yang kini seakan telah berbeda arah.
Gomennasai…” Himura Shintaro menundukkan kepalanya namun akhirnya airmatanya pun menetes.
Iie, jangan pikirkan kami. Kau sudah memiliki hidupmu sendiri dengan Elisa, kau tidak lagi berada di bawah pengawasan kami, itu hakmu, Shintaro, berbahagialah” Ucap Kaoru terisak.
Himura Takigawa dan Kaoru Akuma meninggalkan istana dan menuju kapal yang bertengger di laut.
“Terimakasih, terimakasih Himura Shintaro-san”
***
Lhok Seumawe, dua tahun lebih dulu terbebas dari penjajahan Jepang, padahal masih banyak wilayah besar yang dijajah Jepang yang selama itu melakukan kerja paksa. Namun pada akhirnya rakyat Indonesia pun mampu melakukan pemberontakkan terhadap Jepang yang sukses membuat mereka terusir dari Lhok Seumawe.
Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, Jepang kalah melawan sekutu setelah sekutu mengebom kota Hiroshima dan Nagasaki yang luluh lantah. Dan kalimat bersejarah pun di kumandangkan…
Proklamasi



Setelah pengumuman proklamasi di umumkan, rakyat Indonesia bersorak sorai karena akhirnya Indonesia telah merdeka setelah di jajah berabad-abad. Tidak ada lagi penjajahan, tidak ada lagi pemberontakkan, pembunuhan, dan kekerasan penindasan. Indonesia berdikari.
Himura mencium kening Elisa, dan setelah itu ia mencium kening bayi perempuan yang di gendong Elisa.

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar