Oleh : Ola Erlinda Nathania
"Hayaii...Hayaiii...!!!"1
Teriak seorang prajurit militer Jepang yang sedang mengawasi para pekerja
rakyat Indonesia yang sibuk mengangkut rempah-rempah. Puluhan orang penduduk
Lhok Seumawe tampak bekerja keras memetik hasil rempah-rempah yang akan di
kirim ke Jepang. Ini dilakukan oleh pimpinan orang Jepang yang menekan rakyat
Lhok Seumawe untuk bekerja keras guna kebutuhan perang melawan Asia Pasifik.
Namun
begitulah keseharian nasib rakyat Indonesia khususnya Lhok Seumawe. Belanda
yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu bukan membebaskan mereka dari
penjajahan, melainkan mendatangkan penjajahan baru dari Jepang.
Mereka
harus takluk kepada Jepang, melakukan pekerjaan berat demi Jepang tanpa di beri
upah. Jika mereka membangkang maka kemiliteran Jepang akan menyiksa mereka
dengan hukuman yang memedihkan. Mereka menyebutnya “romusha” atau sistem kerja
paksa.
"Seperti
biasa, kau terlalu keras kepada mereka, Kamiya" Ucap salah seorang teman
militernya, yang mendekati Hiroshi Kamiya mengawasi para pekerja.
"Tentu
saja, meski mereka berpakaian compang-camping dan rakyat miskin yang kelaparan
mereka adalah harta karun kita untuk mengalahkan sekutu" Ucap Hiroshi Kamiya
yakin.
"Hahaha,
kau memang ambisius, tidak heran kau sangat dipercaya oleh Tuan Himura"
Puji temannya.
Himura
Takigawa, sebut saja dia adalah pemimpin tertinggi yang menjadi kepala
pemerintahan di Lhok Seumawe. Pemerintah Jepang merekrutnya dalam mengatur
eksploitasi rempah-rempah di Indonesia, dan ia pun mendapat bagiannya yang
membuatnya semakin kaya raya.
Pagi itu, Himura Takigawa dan
istrinya, Kaoru Akuma menunggu putranya datang untuk menyantap hidangan yang
telah disiapkan oleh para pelayan. Tak lama anak semata wayang yang
ditunggu-tunggu pun muncul.
"Ohayo
gozaimas, Ottosan-okaasan" Ucap anaknya sambil membungkukan badan
tanda penghormatan.
"Aahh
akhirnya... " Ucap Kaoru yang terlihat senang dengan kemunculan anaknya
yang bertambah dewasa, Himura Shintaro. Ia adalah pria yang sangat tampan yang
mampu memikat hati wanita. Bahkan para pelayannya pun menyukai pria ini, namun
apa daya, mereka tak pernah menyatakan perasaannya karena status sosial.
Himura
Shintaro duduk di kursi yang berhadapan dengan Ibunya. Ia tak segera menyantap
makanannya, wajahnya terlihat murung dan melamun.
"Ada
apa Shintaro?" Tanya Kaoru Akuma.
"Nandemonai" Balas Himura Shintaro.
***
"Dasar
bodoh ! Kau menumpahkan semua teh nya. Jika begini semua teh nya kotor dan
tidak bisa di kirim ke Jepang !" Bentak seorang prajurit militer sambil
merenggut rambut wanita paruh baya yang tak sengaja menumpahkan teh dari
keranjang.
"Ma'af
Tuan, saya tidak sengaja melakukannya"
"Ah!"
Prajurit itu menghempaskan kepalanya dengan kasar.
Elisa,
gadis muda yang tengah mengangkut teh menyaksikan kejadian itu. Pikiran dan
hatinya terasa panas dan tak tahan melihat perlakuan prajurit itu yang
bertindak kejam. Elisa menyimpan keranjangnya dan menghampiri prajurit itu.
"Apa
yang kau lakukan? Kau melakukan kekerasan seperti ini kepada semua pekerja! Kau
memang kejam dan tak berperikemanusiaan!" Bentak Elisa.
"Kau
bilang apa? Beraninya kau membentakku seperti itu"
"Kau
pikir aku takut denganmu, hah, setiap hari, setiap waktu kau membentak kami seperti
itu. Kau tidak pernah memberi kami waktu untuk beristirahat, dan kau tak pernah
memberi kesempatan kami untuk minum. Kau hanya menonton kami dengan santai,
seharusnya kau pikirkan keadaan kami!"
"Heh,
gadis bodoh!" Prajurit itu merenggut rambut Elisa dengan kasar "Kau
lupa, ini adalah kesepakatan Jepang dan rakyat ini untuk bekerja sama dengan
Jepang. Kau tidak berhak memprotes seperti itu, jika kau tidak mau melakukan
apa yang kami peintahkan, maka kau harus dihukum karena di anggap melanggar
kesepakan kita"
"Aku
tidak pernah mengakui kepakatan itu. Kau, dan seluruh kawan-kawanmu hanya
menarik simpati rakyat ini agar bisa bekerja sama dengan Jepang, padahal
pemerintahmu yang kejam itu hanya memanfaatkan tenaga dan hasil bumi kami untuk
peperangan Jepang. Kau memanfaatkan kami seenaknya!"
Plak!!
Prajurit
militer itu menampar Elisa dengan kasar.
"Elisa!"
Ibunya muncul dan langsung memeluk anaknya. Elisa menoleh dengan tatapan tajam
dan tak terima. Sementara prajurit itu dengan tenang menghisap rokok, seakan
tak bersalah telah melakukan kekerasan.
"Iya,
kami memang memanfaatkannya. Apa, kau mau berkata apa lagi, hah?"
"Jepang
tidak akan pernah menang melawan asia pasifik"
Prajurit
itu mengarahkan kayu dan siap melayangkan di kepala gadis itu.
"Hentikan"
Suara itu muncul ke arah mereka.
"Tuan
muda!" Prajurit itu terkejut dengan kedatangan seorang putra pemimpin di
antara mereka.
Prajurit
militer itu membungkukan badan tanda penghormatan "Gomennasai..."
"Jadi
selama ini kau melakukan kekerasan terhadap mereka?" Tanya Himura Shintaro
sambil melihat Elisa yang jatuh terduduk dengan pipi memerah bekas tamparan
"Tidak bisa dimaafkan"Lanjutnya.
"Dia
melakukan perlawanan Tuan, dan dia bilang bahwa Jepang tidak akan memenangkan
perang melawan asia pasifik"
Himura
Shintaro tak membalas. Ia mendekati Elisa lalu mengulurkan tangannya.
"Ma'afkan
kami, Nona. Kau tidak apa-apa?" Tanya Himura Shintaro.
Elisa
tak menerima uluran tangan itu. Ia berdiri sendiri, lalu menatap tajam Himura
Shintaro dan berkata "Uluran tanganmu tidak cukup untuk membantu
kami"
Elisa berlalu meninggalkan tempat
itu.
***
Uluran
tanganmu tidak cukup untuk membantu kami
Suara
itu, terngiang di telinga Himura Shintaro. Bukan hanya itu, ia selalu teringat
dengan gadis itu yang selalu berontak jika prajurit melakukan hal yang tidak ia
terima. Gadis yang berani namun amat memedihkan. Ya, Himura Shintaro bukan
sekali saja bertemu dengan gadis itu, bahkan setiap hari. Ini karena ia selalu
keluar dari rumah istananya dan melihat pekerja yang sedang memanen hasil
rempah-rempah. Ia juga terkadang membantu para pekerja yang kesulitan melakukan
sesuatu.
Elisa adalah satu-satunya gadis yang
paling cantik di wilayah itu. Bahkan ketika Elisa berpenampilan dekil dan kotor
karena selalu bekerja keras setiap hari dimata Himura Shintaro hal itu tidak
menutupi kecantikan Elisa sedikit pun.
***
"Jangan
bertindak gegabah lagi, Nak, kau bisa diperlakukan lebih kejam lagi jika kau
melawan mereka" Ucap Ibunya malam itu pada Elisa.
"Kita
tidak bisa diam saja, Ibu. Kenapa rakyat ini harus mau diperlakukan seperti itu
oleh mereka?"
"Karena
itu kesepakatan pemerintah Indonesia dengan Jepang, kita hanya rakyat kecil
Elisa, kita hanya bisa menuruti apa yang diperintahkan mereka"
Elisa
terdiam. Padahal darahnya semakin mendidih karena muak dengan perlakukan Jepang
yang selalu menindas mereka. Ia marah, tidak ada yang seperti dirinya disini,
tidak ada yang semarah dirinya terhadap Jepang, semua rakyat hanya bisa pasrah
atas perlakukan Jepang yang selalu menindas.
Elisa
berlari keluar rumah, ia berlari di tengah hujan deras yang membasahi Lhok
Seumawe. Ia berlari ke kebun yang rata dengan tanah, namun telah di bajak yang
siap di tanami tanaman baru.
Ia
berteriak, menangis sepuasnya.
"Jika
kau menangis seperti itu, tidak akan merubah keadaan" Suara itu muncul di
belakang Elisa. Ia menoleh. Dia lagi, Himura Shintaro.
"Apa
yang kau lakukan disini?" Tanya Elisa
"Untuk
menemuimu"
"Mau
apa?"
"Elisa"
Himura menggenggam tangan Elisa. "Aku menyukaimu"
"Eh"
Elisa memelotot, ia tak menyangka Himura akan
melontarkan ucapan itu.
"Menikahlah
denganku"
***
Pada
awalnya hubungan Himura Shintaro dan Elisa tak direstui oleh Himura Takigawa,
karena Elisa gadis biasa yang tidak memiliki status sosial sama sekali. Namun
Kaoru yang mementingkan kebahagian Himura Shintaro ia melakukan pembelaan yang
pada akhirnya sang Ayah merestui hubungan mereka.
Mereka
pun menikah dan Elisa tinggal di istana, namun tidak dengan kedua orang tuanya.
Himura Takigawa yang kejam membiarkan orang tua Elisa sebagai pekerja romusha
dan hal ini semakin menumbuhkan rasa kebencian Elisa kepada Himura Takigawa.
Pagi
itu, tampak Himura Shintaro melakukan penghormatan seikerei terhadap
bendera Hinomaru yang di kibarkan di depan istana saat matahari terbit.
Lalu muncul Elisa mendekati Himura.
"Kau
tidak seharusnya melakukan seikerei
saat berada di Indonesia" Ucap Elisa.
"Ayah
melarangku untuk berhenti melakukan ini, lagi pula ini hanya penghormatan"
"Apa
kau keberatan untuk melakukan penghormatan kepada bendera merah puith?"
"Jika
itu yang kau mau, aku akan melakukannya"
Saat
itu pula, Elisa mengajak Himura Shintaro pergi ke sebuah tepi pantai yang
terdapat tiang bendera yang tertancap di pasir hitam.
"Tegakkan
kepalamu" Ucap Elisa. "Ikuti aku" Lanjut Elisa seraya mengangkat
tangannya, lalu merapatkan jarinya dan menempelkannya di kening. Himura
Shintaro mengikuti dengan sedikit kaku, namun akhirnya melakukan penghormatan
dengan baik.
Bendera
merah putih berkibar di tepik angin laut, menciptakan suara khas kain yang
berkelebat. Mata Elisa tak berkedip menatap bendera yang berkibar itu, bendera
yang haus akan kemerdekaan dan tampak muak dengan penjajahan.
"Himura"
Ucap Elisa setelah melakukan penghormatan. Mereka berjalan di tepi pantai
dengan arus laut yang membasahi kaki mereka.
"Ya?"
"Aku
memiliki ide, agar Jepang memenangkan perang asia pasifik"
"Bagaimana
caranya?"
Langkah
Elisa terhenti lalu kehadapan Himura Shintaro dan memandang wajahnya.
"Untuk
memenangkan perang dunia dua, maka para pemuda harus dilatih menjadi tentara
agar bisa membantu Jepang melawan sekutu, kau tahu, di Indonesia bukan saja
memanfaatkan hasil bumi, tapi tenaga mereka untuk ikut berperang" Ucap
Elisa.
"Ya,
kau benar, aku akan mengusulkan ini pada ayahku" Himura Shintaro
***
"Begitu,
ya. Itu ide bagus, aku tidak menyangka gadis itu memiliki ide yang sangat
brilian. Baiklah, mulai dari besok aku akan memerintahkan prajurit militer
untuk merekrut para pemuda dan melatih kemiliteran" Kata Himura Takigawa setelah
mendengar usulan yang di ajukan oleh Himura Shintaro.
"Arigato
gozaimasu, ottosan"
Elisa
yang diam-diam menguping di balik pintu ia tersenyum.
Keesokan
harinya, Elisa mencuri waktu para pekerja romusha untuk berkumpul disuatu
tempat yang tidak di awasi oleh prajurit militer.
"Seperti
yang telah kita tahu, pemerintah Jepang sudah keterlaluan dalam memperlakukan
penduduk Lhok Seumawe, mereka bukan hanya merampas hasil bumi, tapi kita hidup
sengsara mengorbankan segalanya untuk Jepang. Kita tidak bisa tinggal diam,
maka dari itu, aku memiliki misi untuk mengusir Jepang dari Lhok Seumawe.
Katakan ini pada semua orang, jangan sampai prajurit militer tahu. Sebentar
lagi Tuan Takigawa akan mengadakan organisasi militer, mereka akan merekrut
para pemuda untuk dilatih, dan dijadikan sebagai anggota perang melawan sekutu.
Jika kita sudah terlatih untuk menjadi anggota militer, maka kita sendiri yang
akan melakukan perlawanan dan pemberontakkan terhadap Jepang" Kata Elisa, semua
yang mendengarkan tampak setuju dengan rencana Elisa yang diam-diam memiliki
misi untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang.
"Kita
akan melakukan pemberontakkan sebelum perang dunia dua dimulai, aku yakin
dengan jumlah anggota militer yang banyak maka kita bisa mengusir Jepang dari
sini" Lanjutnya.
Atas
usul Elisa maka rakyat Lhok Seumawe pun berhasil menyebarkan berita tersebut
dari mulut kemulut dan merahasiakannya dari prajurit Jepang. Hal itu sukses
membuat para pemuda Lhok Seumawe untuk ikut dalam kemiliteran yang dilatih oleh
prajurit militer Jepang.
Di
sisi lain, Elisa bukan hanya diam-diam melakukan perlawanan terhadap Jepang
bersama rakyat Lhok Seumawe, ia juga memikirkan Himura Shintaro, suaminya. Apa
jadinya, jika suatu hari nanti rakyat Lhok Seumawe melakukan pemberontakkan
terhadap pemerintah Jepang sedangkan suaminya berada di pihak Jepang dan Elisa
tidak ingin membahayakan Himura. Karena Elisa tahu, Himura tak memiliki tabiat
diktator seperti ayahnya dan tidak memiliki urusan perang Jepang dengan sekutu.
"Perang
dunia kedua sebentar lagi akan dilaksanakan, menang atau kalah Jepang, kau
harus ikut denganku dan menjadi warga negara Jepang" Ucap Himura suatu
hari.
Elisa
menggeleng tak setuju "Aku tidak ingin ikut denganmu, aku ingin tetap berada
disini, jika kau tetap memaksaku seperti itu, lebih baik ceraikan aku"
"Apa
maksudmu, Elisa?" Tanya Himura "Aku tidak akan menceraikanmu apapun
yang terjadi, bagiku kau sama pentingnya dengan Jepang. Lagi pula aku sama
sekali tidak berperan dalam perang dunia dua. Masa depan Jepang berada di
tangan ayahku, dan para pemimpin lainnya. Tapi masa depanku berada di tanganmu,
apa jadinya jika kita berpisah, aku siap jika kau memintaku untuk tinggal di
Indonesia”
“Arigato”
Ucap Elisa yang langsung memeluk Himura.
***
Beberapa bulan kemudian…
Tepat saat matahari terbit. Terjadi pemberontakan
antara militer Lhok Seumawe dengan militer Jepang. Serangan mendadak ini mampu
melumpuhkan para militer Jepang karena mereka belum mempersiapkan apapun
menghadapi pemberontakkan ini.
Suara tembakan memecah suasana pagi hari, teriakkan
rakyat melawan militer Jepang terdengar tak gentar. Meski banyak korban Lhok
Seumawe yang terbunuh, namun mereka tetap melakukan perlawanan.
Himura Takigawa menyadari sesuatu tentang Elisa. Ternyata
Elisa memang sengaja mengusulkan ide pelatihan militer bukan untuk membantu
perang melawan Asia Pasifik, tetapi untuk melawan Jepang itu sendiri.
“Tuan Takigawa, tidak ada waktu lagi, kita harus
segera menuju kapal, sebelum mereka masuk ke dalam istana dan membahayakan
Tuan” Ucap Hiroshi Kamiya.
Wajah Himura penuh kemurkaan, ia pun mengambil
sebilah pedang yang tergantung di dinding. Ia bergegas menuju kamar Himura
Shintaro untuk bertemu dan membunuh Elisa.
“Dimana wanita itu?” Tanya Himura Takigawa. Di dalam
kamar sudah tidak ada Himura Shintaro dan Elisa.
Sementara itu, Himura Shintaro bersama Elisa berlari
menyusuri lorong untuk kabur dari istana. Namun tanpa di duga Himura Takigawa
tiba-tiba sudah di hadapan mereka dengan membawa sebilah pedang.
“Ottosan”
“Shintaro, menjauh darinya, aku tahu wanita ini
sejak lama melakukan rencana pemberontakkan terhadap Jepang”
“Jangan melukainya ayah, dia melakukan semua ini
bersama rakyat Lhok Seumawe karena selama ini Jepang menindas dengan kejam”
Bela Himura Shintaro.
“Ada apa Shintaro? Apa sekarang kau berada di
pihaknya dan mengkhianati ayah?” Tanya Himura Takigawa tajam.
“Aku tidak ingin mengkhianati ayah, tapi aku sadar,
apa yang ayah lakukan selama ini adalah hal yang sangat kejam. Ayah tidak
seharusnya melakukan romukyoku terhadap
rakyat ini”
“Kau memang anak tak tahu di untung, jika kau berada
di pihak Indonesia Ayah tidak segan untuk membunuh kalian berdua” Ancam Himura
Takigawa
“Ottosan!”
“Jika kau tidak ingin terluka biarkan wanita itu”
“Tidak” Himura Shintaro melindungi Elisa di balik
punggungnya.
“Baiklah, jika memang ini maumu, Shintaro” Himura
takigawa hendak melayangkan pedang itu di depan wajah mereka.
“Yamette!”
Teriak Kaoru Akuma. “Jangan lakukan ini. Biarkan mereka, kita sudah kalah
disini, mereka melakukan pemberontakkan dan kita kehabisan prajurit militer.
Semua sedang menuju kapal, ayo, kita harus segera pergi”
“Okaasan”
“Shintaro…” Kaoru meneteskan air mata memandang
anaknya yang kini seakan telah berbeda arah.
“Gomennasai…”
Himura Shintaro menundukkan kepalanya namun akhirnya airmatanya pun menetes.
“Iie,
jangan pikirkan kami. Kau sudah memiliki hidupmu sendiri dengan Elisa, kau
tidak lagi berada di bawah pengawasan kami, itu hakmu, Shintaro, berbahagialah”
Ucap Kaoru terisak.
Himura Takigawa dan Kaoru Akuma meninggalkan istana
dan menuju kapal yang bertengger di laut.
“Terimakasih, terimakasih Himura Shintaro-san”
***
Lhok Seumawe, dua tahun lebih dulu terbebas dari
penjajahan Jepang, padahal masih banyak wilayah besar yang dijajah Jepang yang
selama itu melakukan kerja paksa. Namun pada akhirnya rakyat Indonesia pun
mampu melakukan pemberontakkan terhadap Jepang yang sukses membuat mereka
terusir dari Lhok Seumawe.
Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, Jepang kalah
melawan sekutu setelah sekutu mengebom kota Hiroshima dan Nagasaki yang luluh
lantah. Dan kalimat bersejarah pun di kumandangkan…
Proklamasi
Setelah pengumuman proklamasi di umumkan, rakyat
Indonesia bersorak sorai karena akhirnya Indonesia telah merdeka setelah di
jajah berabad-abad. Tidak ada lagi penjajahan, tidak ada lagi pemberontakkan,
pembunuhan, dan kekerasan penindasan. Indonesia berdikari.
Himura mencium kening Elisa, dan setelah itu ia
mencium kening bayi perempuan yang di gendong Elisa.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar